Scarlet Sky
Karya Elva N.S
Sore yang sangat panas. Matahari menunjukkan
keangkuhannya dengan melimpahkan kesalahan kepada anak muda seperti kami.
Cahayanya yang menyengat mampu melumpuhkan kegiatan kami sore ini. Membuat
semua tenaga yang sudah disusun rapi dari rumah hangus terbakar bersama tetesan
peluh yang mengucur dari seluruh badan.
Namun, angin surga seolah berhembus ditengah sore yang pengap ini.
Melihat wajahnya yang basah, jakunnya naik turun saat menengguk air mineral dan
keringat yang mengalir dari pelipisnya
membuat hatiku serasa kedinginan. Rasanya ingin berlari kearahnya dengan membawa
sehelai handuk. Kemudian menyeka wajahnya yang dipenuhi keringat itu. Tiba-tiba
sehelai handuk mendarat dengan tidak sopannya di kepalaku.
“Jangan keseringan di pandang,ntar gantengnya ilang”
“Sok tau lo. Emang siapa juga yang lagi mandangin orang.
Gue itu lagi nglamun.”
“iya, nglamunin bang Dimas yang jauh di sana tapi dekat
di hati.”
“Sandy bisa gak sih lo gak ganggu gue satu kali saja!”
“Ya gak pake teriak juga kali. Apa perlu aku panggilin
Dimas? DI….MAS..” ledek Sandy.
“Gila lo ya? Pergi gak lo? Dasar kapten tim basket gak
punya perasaan!”sambil teriak ku lempar haduk Sandy. Sedangkan orangnya malah
asik ngloyor tebar pesona ke bangku cewek-cewek penggemarnya.
Dalam hati aku masih menyumpahi anak jadi-jadian yang
satu itu. Kalau saja bukan sahabat sejak orok pasti sudah aku injak-injak itu
anak. Tapi mengingat masih ada label persahabatan akhirnya terpaksa aku
mengurungkan niatku untuk memutilasinya.
Lagian mau ditaruh dimana muka aku di depan Dimas. Sabar, sabar.
Siang hari ku habiskan dengan belajar dan kegiatan
ekskull. Malam hari sebelum tidur aku selalu menyempatkan dir untuk chating
dengan teman mayaku. Malam ini juga
begitu.
Pinut : Malam
terasa menjadi pagi saat ku lihat senyum terbit dari ujung bibirmu.
Cizy : Hem..
100 dah buat kamu.
Ngegombal,
Oke. Tetapi kenapa belum bisa mendapatkan cewek
yang kamu suka?
Pinut : Kau
tahu, sungguh sulit menyatakan perasaan kepada seseorang
yang benar-benar kau sukai
Cinta
tidak harus memiliki, tetapi mencoba mencintai dengan
tulus tanpa mengaharapkan balasan.
Cizy : Wahh..
seorang pangeran berhati besar.
Pinut : :P
Bagaimana
dengan pangeran berkuda putihmu?
Cizy : Ya
begitulah
Pinut : ?
Cizy : Jalan
di tempat, tidak ada perubahan.
Pinut : Mau
aku bantu?
Cizy : Memang
kamu bisa apa?
Pinut : Tolong
dibantu ya? Simsalabim jadi apa prok..prok..prok
Ku
kira bantu apa. Terima kasih atas semangatnya.
Pinut : Jika
aku bisa, pasti akan ku bantu.
Cizy : ingin
rasanya aku berjumpa denganmu.
Kita
kan satu SMA, kenapa kita tidak kopi darat saja?
Pinut : Kamu
sungguh-sungguh ingin bertemu denganku?
Baiklah,
bagaimana kalau besok pada jam istirahat kita bertemu
di perpustakaan?
Cizy : Oke.
Awas lo sampai ngumpet? :D
Pinut : sampai
jumpa besok.
Pinut meninggalkan percakapan
Ah..aku lupa belum menanyakan ciri apa yang bisa
membuatku mengenalinya. Aku jadi penasaran, siapa orang ini? Mungkinkah aku
sudah mengenalinya? Bagaimana kalau nanti aku canggung, bagaimana kalau topik
pembicaraan nanti membosankan. Apakah aku harus membuat list percakapan?
Lebih baik sekarang aku tidur. Harus menghemat tenaga
untuk besok, latihan basket. Latihan basket berarti aku bisa melihat Dimas.
Haha.. Sedetik kemudian pikiranku sudah dipenuhi dengan wajah Dimas hingga
terbawa ke dunia mimpi. Tiba-tiba dalam mimpi itu muncul wajah Sandy. Pucat,
sangat pucat hingga terlihat seperti mayat hidup. Perlahan wajah itu menjauh
dan akhirnya hilang.
***
Perpustakaan siang ini sangat ramai dengan hilir mudik
siswa yang hendak meminjam buku, mengembalikan atau sekedar membolak-balik buku
di halaman yang sama puluhan kali seperti aku. Mataku tidak henti-hentinya
melihat siswa yang keluar masuk di pintu perpus. Sungguh sulit menemukan
seseorang yang bahkan kau tidak mengetahui bagaimana ciri-cirinya. Bagaikan
mencari peniti di tumpukan jerami. Mustahil..!
Ini semua juga salahku. Kenapa aku tidak menanyakan tanda
pengenalnya. Aku memukuli kepalaku sendiri dengan tangan, mengutuki
kebodohanku.
“Apa kau sakit?”
“Oh.. Dimas!” Kataku kaget. Tiba-tiba muncul ide agar
bisa dekat dengannya. “Tidak, aku hanya kesulitan dengan penjelasan dalam buku
ini.”
“Boleh kutahu buku apa?” tanyanya.
“Ini.”
“Kau mau menjadi peternak sapi?”
“Maaf?”tanyaku karena khawatir Dimas mengajukan
pertanyaan yang salah.
“Iya, kau mau beternak sapi?” Dan baru ku sadari bahwa
selama ini aku memegang buku yang berjudul Perkembang
Biakan Hewan Ternak.
“Bukan, aku membaca itu karena berhubungan dengan materi
dalam pelajaran Biologi. Kalau tidak salah babnya perkembang biakan hewan”
kataku dengan yakin. Fiuh.. darimana
aku punya ide secemerlang itu? tapi Selly kamu hebat, hebat ngibul maksudnya.
Dimas mengangguk percaya dan dia mulai menjelaskan dari
awal sampai akhir. Walaupun aku lebih banyak memandang wajahnya daripada
memandang buku. Dan percakapan kami pun sedikit demi sedikit mengalir dengan
sendirinya. Ternyata Dimas gak secuek yang aku pikirkan. Dia setiakawan. Ini
berarti gerbang untuk mendekatinya sedikit terbuka. Amien
Detik itu pula aku lupa bahwa saat itu tujuan
awalku datang ke perpustakaan adalah untuk bertemu dengan teman dunia mayaku,
Pinut. Sejak saat itu hubunganku dengan Dimas semakin dekat, dan tambah dekat
karena kami bekerja sama dalam persiapan even basketball league antar SMA.
Dari arah belakang Sandy datang mengenakan sweater warna
coklat memasuki Perpustakaan. Dia berhenti dan mendapati Selly tengah tertawa
lepas bersama Dimaz. Melihat Selly yang begitu bahagia ada seraut senyum
tersungging dari bibir Dimaz. Lalu dia berbalik arah dan meninggalkan
Perpustakaan begitu saja tanpa melanjutkan tujuan utamanya untuk bertemu Cizy,
teman dunia mayanya.
***
Bagaimanakah kelanjutan kisah antara pinut dan cizy? Akankah mereka bertemu dikemudian hari? Ingin tahu kelanjutannya..? Tunggu kelanjutan ceritanya dalam Scarlet Sky Bagian II :)
Komentar
Posting Komentar