Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Your Ex

Gambar
Serasa disambar petir di siang bolong saat kuterima telepon darinya. Entah apa yang aku impikan semalam hingga aku harus menanggung kenyataan pahit ini.             “Mantanku,” katanya memulai rentetan cerita itu, “Aku baru saja bertemu dengan mantanku.”             Sontak saja mataku membelalak, bahkan rasanya sudah ingin lepas dari tempatnya. Lalu kenapa dia mengatakan semua ini padaku? Apakah dia berniat untuk memutuskanku saat ini, sekarang, untuk kembali pada mantannya?             “Yuk? Kamu masih di sana kan?” katanya membuyarkan lamunanku.             Aku tak tahu harus menjawab apa, karena aku tahu suaraku akan pecah nantinya. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan laki-laki, apalagi karena perempuan lain.             “Yuk, apa kamu marah?”             “Tidak, kenapa aku harus marah?” jawabku singkatt.             “Benar, kamu tidak marah?”             “Ya, beneran. Percuma juga aku marah sama kamu toh kamu sudah bertemu dengannya. Buang-buang energi tau!” ku

SWEATER LOVE

Gambar
           Terlalu pagi saat teleponku berdering memaksaku membuka kelopak mata yang masih terasa berat. Sudah kuduga kaulah yang menelepon. Terdengar suara serakmu karena tangis.             "Aku tak bisa lagi bersamanya."           Bukan hal biasa mendengarkanmu mengeluh tentang laki-laki. Kemudian kau akan memutuskannya dan berganti dengan laki-laki lain. Keesokan harinya kau akan kembali bercerita tentang ketidakcocokanmu dengan laki-laki yang bahkan sudah berbeda dengan laki-laki yang kau ceritakan kemarin sore. Namun bahkan aku tak lelah mendengarkan ceritamu itu.             "Kali ini aku dekat dengan seorang pria bersweater di toko buku," katamu saat kita bertemu.             "Kapan kamu akan berhenti main-main dengan para laki-laki bersweater itu?"             "Sampai aku menemukan kehangatan."             "Kau tidak akan menemukan kehangatan karena kamu hanya berharap seseorang akan memakaikan sweater itu di tubuhmu ta

SaAHABAT

Gambar
“Pada akhirnya aku harus mengatakan ini. Jika bukan sekarang, waktu akan menuntutku. Pasti waktu akan menghukumku dengan sengatan perasaan bersalah. Aku tidak ingin memberikannya harapan palsu. Aku tidak ingin membuatnya kecewa dan ada pihak yang tersakiti. Walau kini pun rasa sakit itu pasti ada.” “Apa kamu sudah memikirkannya masak-masak?” “Tidak, sungguh aku tidak ingin melakukan itu.” “Apa kamu tidak menyukainya lagi?” “Tidak, tidak begitu.” Terlihat dari pancaran matanya dia masih ragu untuk memuntahkan semua unek-uneknya padaku. Aku bisa memahaminya. Aku hanya seorang teman yang baru dikenalnya 2 minggu terakhir ini. Aku belum mengerti semua kisah hidupnya. Yang ku bisa hanya menjadi seorang pendengar yang baik. Mungkin itu juga yang saat ini dia butuhkan. Seseorang sebagai tumpuan tanpa harus mendektenya ini itu. “Sebenarnya aku sangat menyukainya,” dia mulai membuka cerita, “Dia laki-laki dewasa, sudah bekerja dan mapan. Setidaknya itulah tipe laki-laki yang diidam