SWEATER LOVE
Terlalu pagi saat teleponku berdering memaksaku membuka kelopak mata yang masih terasa berat. Sudah kuduga kaulah yang menelepon. Terdengar suara serakmu karena tangis.
"Aku tak bisa lagi
bersamanya."
Bukan hal biasa mendengarkanmu mengeluh tentang
laki-laki. Kemudian kau akan memutuskannya dan berganti dengan laki-laki lain.
Keesokan harinya kau akan kembali bercerita tentang ketidakcocokanmu dengan
laki-laki yang bahkan sudah berbeda dengan laki-laki yang kau ceritakan kemarin
sore. Namun bahkan aku tak lelah mendengarkan ceritamu itu.
"Kali ini aku dekat dengan
seorang pria bersweater di toko buku," katamu saat kita bertemu.
"Kapan kamu akan berhenti
main-main dengan para laki-laki bersweater itu?"
"Sampai aku menemukan kehangatan."
"Kau tidak akan menemukan kehangatan karena kamu hanya berharap seseorang akan memakaikan sweater itu di tubuhmu tanpa kau sadari yang kau butuhkan adalah sebuah tungku perapian."
"Sampai aku menemukan kehangatan."
"Kau tidak akan menemukan kehangatan karena kamu hanya berharap seseorang akan memakaikan sweater itu di tubuhmu tanpa kau sadari yang kau butuhkan adalah sebuah tungku perapian."
"Apa salahnya dengan sweater?
kehangatannya tidak membutuhkan kehadiran kayu dan api," katamu sambil
beranjak dari tempat duduk dan berlalu pergi.
"Kau membutuhkan perapian
karena aku tak akan membiarkanmu sendiri," batinku dalam hati.
Komentar
Posting Komentar