My Destiny

Seribu kisah cinta

Tidak ada habisnya membicarakan cinta. Aku mampu menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk duduk di sebuah kursi plastik, saling merapat dengan kursi temanku dan mulai membuka suara dengan kata cinta. Cinta dari orang yang satu dengan orang yang lain, cinta dari kisahku ke kisah yang lain. Kisah cinta tidak selalu bahagia, ada berjuta cerita yang terjadi karena cinta, namun tidak jarang kisah itu harus dibumbui dengan luka. Namun cinta ibarat mie, walaupun ruwet namun akhirnya kita makan juga. Cinta ibarat garam, sayuran asam tak kan sedap tanpanya. Cinta ibarat ngupil, walaupun akhirnya menimbulkan aib tetapi sangat nikmat dilakukan. Cinta hanyalah sekeping 100 rupiah, sejuta tak kan lengkap jika kekurangannya.

  My Destiny

  Tiba-tiba hatiku tersentak siang ini setelah aku menelepon Bibi, pacarku sejak dua tahun terakhir ini.
  “Halo.. kamu lagi ngapain, Bi?” sapaku.

  “Oh.. Aku lagi sama Ayu. Nih orangnya, ada di sampingku,” jawabnya ketus. 
“Halo, aku Ayu, temannya Bibi,” kata suara cewek di seberang sana. 
“Kamu tuh siapa berani-beraninya ganggu cowok orang,” gertakku.

  “Mungkin Bibi di sini kesepian, makanya aku temenin dia,” tantangnya.

  “Maksud kamu apa?” kataku panic. Terdengar telepon berpindah tangan.

  “Halo?”

  “Aku sudah ada yang lain di sini. Kita putus aja! Tut..tut..tut..”

  “Hal.. Halo..”

  Kau tahu apa yang aku rasakan saat ini? Tidak ada. Ya, aku tidak merasakan apa-apa. Tidak ada manis, asin, pahit. Semuanya terasa sama, satu rasa, hitam putih, monoton, monochrome, monponik. Hambar, tidak ada warna, tidak ada semangat. Mungkin aku sedikit melebihkan, tetapi itulah sifat asli wanita, suka melebihkan agar orang lain tahu bahwa dialah satu-satunya orang yang paling menderita di dunia. Dialah satu-satunya korban yang tersakiti, tanpa memikirkan sudut pandang orang lain. Memang sudah 6 bulan ini aku merantau ke tanah jawa untuk melanjutkan studiku, sedangkan pacarku, Bibi, memilih untuk tetap tinggal di Banjar. Kami sudah memulai hubungan ini sejak SMA kelas 2. Dia adalah pemain basket sekolah. Cool? bisa jadi. Smart? bisa jadi. Perhatian? iya. Semua itulah yang dibutuhkan seorang wanita dari laki-laki. Perhatian dan penampilan.

  Berita putusku dengan Bibi cepat menyebar ke teman-temanku dari kampung halaman sama yang kuliah di Jawa. Mereka sering mengajakku hang out bareng, ngopi, dan akhirnya aku dekat dengan Agus. Dia juga teman SMAku di Banjar. Dia mampu mengisi kekosongan pasca ditinggal Bibi. Akhirnya kami jadian.

  Aku sering pasang profil picture FB bersama Agung. Begitu pula Bibi, selalu upload foto bareng pacar barunya. Setiap bibi update PP, aku merasa gak boleh kalah. Aku ingin membuktikan bahwa aku juga bisa bahagia walaupun dia memutuskanku. Emangnya di dunia ini hanya ada kamu saja? Ingin rasanya membuat dia menyadari bahwa dia melakukan keputusan yang salah.


  Kring.. kring.. kring.. kring

  Terdengar suara telepon berdering. Aku menghentikan sejenak kegiatanku mengerjakan tugas yang harus aku kumulkan esok pagi. Sedikit terganggu memang, tetapi akan tidak sopan jika aku tidak mengangkatnya. Tertera di layar HPq nama mantan yang sudah mencampakkanku.

  “Halo..”

  “Apa maksudmu pasang-pasang foto profil kayak gitu?”

  “Kamu juga update status mesra.”

  “Pokoknya aku gak suka sama foto profilmu. Aku minta ganti sekarang!”

  “Eh.. eh.. kamu udah gak berhak ngatur-ngatur aku lagi ya. Kita itu udah the end.”

  “ - - - -“

  “Halo?”

  “Halo Nanda. Ada apa?”

  Hah suara tante, ngapain tuh anak ngadu ke mamanya segala. “ Halo tante. Si Bibi tu tante! Apa hak dia ngurus-ngurus aku, kita kan udah putus.”

  “Haha.. dasar anak kecil, besok juga pasti balikan.”

  Sejak saat itu kami menjadi lebih dekat. Belum terlalu, karena kami masih memiliki pacar masing-masing. Bibi dengan Ayu, dan aku dengan Agus. Seharusnya kami bahagia dengan cinta kita masing-masing. Lama kelaman Agus sedikit tertutup. Lalu dia mengatakan minta break karena ingin fokus kuliah. Oke, aku iyakan saja. Dan kami pun tidak saling berhubungan lagi, hanya sesekali menyapa liwat FB.

  Mulai seringlah aku berhubungan dengan bibi. Aku selalu cerita tentang kuliahku. Aku selalu curhat tentang teman-temanku dan semuanya. Dia menjadi rajin meneleponku hampir setiap hari. Bisa dibilang kami melakukan pendekatan yang kedua. Satu demi satu terisi warna-warna lain dalam hidupku. Mulai tumbuh warna merah di sudut senyum bibirku. Warna biru di hentangan asa dan harapan yang kembali ku rajut. Warna orange di pendaran sinar mataku. Dan hidupku kembali mendapatkan nyawanya.

  Entah kenapa aku yakin dengan keberadaan Bibi di dekatku. Aku yakin bahwa dialah akhir dari pencarian cita ini. Tetapi masih ada batu penghalang diantara kami berdua. Ayu.

  *** “Halo yang, ada apa?” jawabku senang.

  “Cuma mau nanya hari ini hari apa?”

  “Mm. memang hari ini hari apa? Hari ulang tahun kamu? Selamat hari ulang tahun ya sayang. Kapan nih kita ketemuan?”

  “Bukan. Hari ini bukan hari ulang tahunku, tetapi hari ini hari kandasnya hubungan kita. Kita PUTUS.”

  Tut.. tut.. tut..

  Aku masih tidak tahu apa yang telah terjadi. Apa salahku pada Bibi? Dia tidak merasa selingkuh. Tapi memang selama ini aku merasa bahwa keberadaanku hanya sebagai pelampiasan Bibi saja. Dari awal aku sudah tahu.

  “Bi, tahu gak tadi tuh gue ketemu sama mantan aku yang kuliah di Malang itu lo, yang namanya Agus. Katanya dia baru aja pacaran ma mantan kamu si Nana itu. Tapi Cuma bertahan satu bulan. Kayaknya si Nana cinta mati tu sama lo.”

  “…”

  “Bi! Kok diem aja sih! bete deh.”

  “Apa!”

  “Tauk! Kamu tu lagi kirim-kiriman pesan sama siapa sih sampai-sampai gak dengerin omonganku?”

  “Kamu gak perlu tahu.”

  Mungkin memang benar kata-kataku pada Nana saat itu. Bibi memang kesepian di sini. dia mengharapkan bukan aku yang ada di sisinya, tetapi hanya satu orang. Dan saat orang lain datang untuk mengobati rasa kesepiannya, dia masih berhayal bahwa orang itu adalah Nana. setelah kesepiannya terobati maka dia pun akan kembali pada pemilik hati itu. Maka akupun harus mencari siapa pemilik hatiku. agar aku bisa kembali padanya dan tak kan pernah pergi lagi mencari cinta sejati.

  *** “Halo Na, kamu sedang apa? Sudah makan siang belum?” Tanya Bibi dari balik sambungan telepon.

  “Oh, ini baru aja makan siang.”

  “Nan, aku sadar apa yang telah aku lakukan selama ini salah. Mohon maafkan aku. maukah kau kembali padaku? aku masih sayang sama kamu.”

  Sudah ku duga pernyataan ini pasti akan keluar. Lalu aku berpikir. Apakah saat dia bersama Ayu dia memikirkan perasaanku? Jika benar saat itu dia masih sayang, kenapa dia tega melakukan itu. dia bisa berlaku kejam dan tega pada cewek, dan pasti dia sanggup melakukannya lagi padaku. Tetapi jika ditanya apakah aku menyukainya? Apakah aku masih merindukannya? Masih. Aku sangat mencintainya. Tapi tidak sekarang. Mungkin suatu hari nanti saat aku belum menemukan yang lain. Dan waktu membuktikan bahwa cintanya setia hanya untukku satu, mungkin aku akan berpikir ulang untuk mempertimbangkannya menjadi pacarku.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen "Cinta Terakhir Keysa" (teenlit)

Masa KAnak-KanakQ

PIDATO KESEHATAN